REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kabid Humas Polda Jawa Tengah (Jateng), Kombes Pol Artanto mendorong para pihak yang mempunyai informasi atau ingin bersaksi dalam kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari (ARL) untuk buka suara. Dia menjamin kepolisian akan melindungi para saksi.
"Itu pasti akan kita lindungi. Kita jamin (kerahasiaan) identitas, kemudian kita jamin keamanannya. Kemudian di sini ada Kemenkes juga, menjamin yang bersangkutan tetap dapat melaksanakan pendidikan lebih lanjut," kata Artanto di Mapolda Jateng, Jumat (30/8/2024).
Hal itu disampaikan Artanto usai melakukan pertemuan dengan tim investigasi dari Kemenkes dan Kemendikbudristek. "Saya harap untuk kasus seperti ini atau permasalahan perundungan ini, jangan takut (memberikan keterangan)," ujar Artanto.
"Kita akan melakukan suatu perubahan yang besar, melakukan suatu perbaikan sistem pendidikan. Informasi-informasi apa pun yang akan diberikan, itu sangat bermanfaat bagi kita untuk ditindaklanjuti," tambah Artanto.
Dia mengungkapkan, dalam pengusutan kasus kematian ARL, kepolisian sudah memeriksa lebih dari 10 saksi. Mereka meliputi teman-teman seangkatan almarhumah, keluarga, termasuk pegawai atau staf Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, tempat ARL melaksanakan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia.
Artanto menambahkan bahwa Polda Jateng juga sudah memperoleh keterangan para senior ARL dari hasil investigasi Kemenkes. "Jadi tinggal kita lakukan pendalaman saja," ujarnya.
Sementara itu, Inspektur Investigasi Kemenkes Valentinus Rudy Hartono mengungkapkan, pihaknya telah menyerahkan hasil investigasi kematian dokter ARL kepada Polda Jateng. Dia mengungkapkan, Kemenkes bertekad menghapuskan praktik perundungan, khususnya di rumah sakit vertikal atau yang dinaungi Kemenkes. "Makanya harus berani speak up. PPDS yang saat ini masih mengalami perundungan harus berani speak up," ucap Rudy.
Undip tengah disorot setelah mahasiswinya yang sedang melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr. Kariadi, yakni ARL, ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah, pada 12 Agustus 2024. ARL diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Undip telah membantah kematian ARL terkait dengan perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip enggan mengungkap apa penyakit tersebut.
Kematian ARL telah menyita perhatian nasional. Terlebih Kemenkes sudah mengakui bahwa budaya atau praktik perundungan memang kerap terjadi dalam pendidikan kedokteran, khususnya spesialis.