REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tragedi kerusuhan dan pembakaran Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas 1 Tanjung Gusta, Medan, Sumatra Utara, bukan hanya karena permasalahan sepele seperti kerusakan listrik dan air. Kerusuhan ini juga menjadi puncak protes narapidana akibat dari perlakuan yang tidak adil dari petugas lapas.
"Saya kira ini sudah menjadi ledakan rasa ketidakadilan yang dialami para narapidana, tidak hanya soal listrik dan air," kata Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Bambang Widodo Umar ketika dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (12/7).
Bambang mengatakan perlakuan tidak adil di dalam lapas sudah bukan menjadi rahasia umum terjadi dalam dunia peradilan di Indonesia. Ia menyontohkan masih adanya peredaran narkotika di dalam lapas maupun adanya ruang tahanan khusus bagi narapidana yang memiliki banyak uang seperti koruptor.
Maka itu, Bambang mengusulkan untuk membentuk Komisi Pengawasan Lapas untuk melakukan sistem pembinaan dan pengawasan di lapas. Anggota dari komisi ini, lanjutnya, harus diisi dari para ahli independen di luar kalangan Ditjen Pas maupun dari pemerintah.
Menurut Bambang, sistem pengawasan internal lapas dari Kemenkumham yang ada saat ini, sudah tidak efektif menjalankan kontrol pelanggaran aturan lapas. Terlebih beberapa kasus narkoba bahkan melibatkan sipir yang seharusnya menjaga napi agar tidak melakukan pelanggaran aturan.
"Komisi ini juga untuk mengawasi profesionalisme para petugas lapas untuk tidak melakukan diskriminatif. Kepolisian kan punya Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), Lapas nih yang belum ada pengawasannya," ujar Bambang.