REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, mengatakan momentum pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru pada Jumat (1/11) dinilai strategis bagi upaya pembenahan lembaga tersebut di mata publik.
Oleh karena itu, Hakim MK yang pernah ikut menjadi anggota parpol disarankan menahan diri untuk tidak maju menjadi Ketua MK. Ini, ujar Ahmad, harus dilakukan, karena setelah tertangkapnya Akil Mochtar, menurut Lingkaran Survey Indonesia (LSI), kepercayaan masyarakat kepada MK berada di titik nadir, yaitu di bawah 30 persen.
"Mengingat traumatisnya masyarakat akan hakim yang berlatar belakang mantan anggota partai politik (akibat perilaku Akil Mochtar) maka seyogyanya Hakim MK yang berlatar belakang pernah menjadi anggota parpol tidak maju menjadi Ketua MK," ujarnya, Kamis, (31/10).
Usai tertangkapnya Akil, terang Ahmad, sebagian besar publik meragukan MK dapat menjadi wasit yang adil dan netral dalam sengketa pemilu 2014. Padahal pemilu 2014 adalah pertaruhan bagi keberlanjutan proses demokrasitisasi di Indonesia yg harus berjalan jujur dan adil.
Para hakim MK yang ada saat ini, kata Ahmad, dapat memulainya pemilihan dengan memilih Ketua MK yang benar-benar netral dan profesional. Hakim tersebut tidak pernah menjadi anggota partai politik tertentu.
Para hakim MK, ujar Ahmad, dalam memilih Ketua MK yang baru harus mempertimbangkan aspek latar belakang kapasitas dan prestasi akademik, integritas dan rekam jejaknya selama ini. "Jangan pilih Hakim MK yang terindikasi terlibat kasus suap dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, itu semua harus dilakukan demi menyelamatkan institusi MK dan sistem ketatanegaraan," ujarnya.