REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Pusdiklat Mahkamah Agung (MA) Djodi Supratman memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam persidangan kasus dugaan penyuapan pengurusan kasasi perkara, Senin (18/11). Setelah duduk di kursi pesakitan, Djodi mengaku menyesal.
"Penyesalan sangat mendalam. Karena saya merasakan hal ini sangat dilarang di internal Mahkamah Agung," kata Djodi, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Ia tidak mengetahui aturan mana yang mengaturnya. Namun, ia mengetahui terlibat dalam pengurusan perkara tidak diperbolehkan.
Djodi mengaku baru pertama kali membantu pengurusan perkara. Selama bekerja di MA, sejak 1986, ia mengatakan, tidak pernah terlibat masalah hukum. Ia juga tidak pernah mendapatkan sanksi disiplin. Malah, selama bekerja di MA, ia sudah beberapa kali mendapat penghargaan Satya Lencana.
Setelah mengaku menyesal, Djodi meminta majelis hakim memberikan keringanan hukuman. Ia mengatakan masih mempunyai tanggungan istri dan lima anak. Djodi juga masih mempunyai anak yang masih berumur tiga tahun. "Saya mohon keringanan dari yang mulia," kata dia.
Djodi mengakui telah membantu pengacara yang bekerja di kantor Hotma Sitompoel and Associates, Mario Cornelio Bernardo.
Sekitar akhir Juni 2013, ia mengatakan, Mario menghubunginya untuk meminta bantuan mengurus perkara pidana atas nama terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito. "Maksudnya supaya permintaan Mario itu saudara terdakwa (Hutomo) dihukum sesuai tuntutan jaksa penuntut umum," ujar dia.
Untuk mengurus itu, Djodi mengaku meminta bantuan staf hakim agung di MA, Suprapto. Menurut Djodi, Mario sudah menyiapkan dana Rp 150 juta. Namun, ia mengatakan, Suprapto menyampaikan permintaan penambahan dana hingga mencapai Rp 300 juta.
Djodi mengatakan, Mario menyanggupinya dan sudah memberikan uang secara bertahap melalui kurir dengan total Rp 150 juta. Namun saat penyerahan ketiga pada 25 Juli, Djodi ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)