REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Substansi Perppu Pilkada dianggap tak berbeda dengan usulan Partai Demokrat terkait opsi pilkada langsung dengan 10 perbaikan.
"Itukan sebenarnya (10 perbaikan dalam pilkada langsung). Makanya, ke depan mungkin perlu dipikirkan bersama agar penggunaan perppu itu tidak semata-mata karena kepentingan presiden dalam posisinya sebagai bukan presiden (ketua umum partai)," kata Guru besar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Muhammad Fauzan, Senin (6/10).
Karena, kata dia, substansinya perppu itu sama dengan apa yang diperjuangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sehingga, perlu adanya aturan kalau kewenangan mengeluarkan perppu tidak semata-mata karena kegentingan memaksa yang bersifat subjektif. Namun arus benar-benar kegentingan memaksa yang objektif.
"Nanti bisa-bisa karena kepentingan politik di DPR kalah, dia menggunakan perppu itu dengan alasan kegentingan memaksa tetapi sifatnya subjektif. Nanti jadi persoalan sendiri," tegasnya.
Dalam hal ini, kata dia, harus dipikirkan secara jelas kriteria kegentingan memaksa yang bersifat subjektif mau pun objektif.
Kamis (2/10), SBY menandatangani dua perppu, yaitu Perppu No 1/2014 tentang Pilkada yang sekaligus mencabut UU No 22/2014. Kemudian Perppu No 2/2014 tentang Pemda yang menghapus tugas dan kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah.