Selasa 07 Jul 2015 14:01 WIB

Pemerintah Segera Buat Aturan Pejabat Kebal Hukum Pidana

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Menpan RB Yuddy Chrisnandi saat sidak di PPTSP Sukabumi
Foto: kemenpan RB
Menpan RB Yuddy Chrisnandi saat sidak di PPTSP Sukabumi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Yuddy Chrisnandi meminta seluruh pemangku kebijakan di daerah agar segera mempercepat tender pembangunan infrastruktur dan belanja modal.

Yuddy mengatakan, hal ini supaya penyerapan anggaran (goverment expenditure) dari pusat bisa segera terlaksana. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi nasional dapat digenjot.

"Saat ini, catatan dari Kementerian Keuangan, ada dana yang sudah ditransfer dari pusat yang berhenti di bank-bank pembangunan daerah. Besarnya, Rp255 triliun. Itu jumlah yang sangat besar," ujarnya kepada wartawan setelah membuka Rapat Koordinasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (7/7).

Menteri Yuddy mengungkapkan, selama ini ada kecenderungan kuat dari para pejabat di daerah untuk enggan menjadi kuasa pengguna anggaran. Sehingga, eksekusi dana yang telah didistribusikan pemerintah pusat menjadi macet.

Hal ini lantaran, para pejabat daerah takut nanti dikriminalisasi akibat pelaksanaan proyek pembangunan yang telah disahkannya sendiri. Apalagi, lanjut Menteri Yuddy, belakangan ini marak pejabat atau mantan pejabat negara yang tersangkut kasus hukum. Padahal, yang bersangkutan sendiri tidak mendapat keuntungan pribadi apa-apa dari pelaksanaan proyek yang telah disahkannya.

"Namun, ketika dia sudah selesai dari jabatannya, tiba-tiba dia dipanggil Kejaksaan. Lantas, masuk penjara. Ini yang tidak boleh terjadi lagi," katanya.

Maka dari itu, sambung dia, seluruh pejabat daerah agar memerhatikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Menteri Yuddy, regulasi tersebut membuka ruang seluas-luasnya bagi para pejabat untuk melakukan terobosan (diskresi).

Yakni, mengambil kebijakan yang dianggap perlu guna memudahkan eksekusi penggunaan anggaran negara demi pembangunan. Asalkan, tegas Menteri Yuddy, terobosan kebijakan itu tidak dimanfaatkan pejabat yang bersangkutan untuk memperkaya diri sendiri.

Dia menjelaskan, UU No 30/2014 sendiri mengatur, diskresi demikian dibolehkan untuk mempermudah penyelenggaraan tender dan distribusi anggaran. Di sisi lain, diskresi semata-mata memiliki nilai guna dan manfaat yang besar demi kepentingan umum.

Lebih lanjut, Menteri Yuddy menekankan, tidak akan ada sanksi pidana bagi pejabat yang melakukan diskresi secara tepat sasaran, sekalipun nanti ditemukan kebocoran keuangan negara. Artinya, ada kekebalan terhadap hukum pidana bagi para pejabat yang demikian.

"Kalau dia (pejabat) di kemudian hari dia salah, itu sanksinya administratif. Dan kalaupun dia dianggap merugikan negara, dia hanya diminta untuk mengembalikan sejumlah kerugian negara kepada kas negara. Tidak seperti sekarang, dipenjara," tutur Menteri Yuddy.

Kendati demikian, Menteri Yuddy tetap mewanti-wanti agar sebisa mungkin diskresi tidak lantaran kecerobohan pejabat. Kebijakan kebal hukum pidana, menurut dia, semata-mata agar pejabat di daerah tidak perlu takut mengeksekusi anggaran. UU No 30/2014 diberlakukan untuk melindungi mereka dari kriminalisasi.

"Namun, kami tetap menyiapkan RPP-nya. Rancangan Peraturan Pemerintah untuk sanksi administratif dan tata cara pengembalian keuangan negara. Itu dalam waktu dekat akan selesai," ungkap dia.

Menteri Yuddy menampik bahwa pengawasan keuangan di internal pemerintah selama ini kurang berjalan baik. Untuk selanjutnya, badan pengawas semisal BPK dan BPKP akan disertakan untuk memeriksa pejabat yang diduga menyahgunakan diskresi. Intinya, tegas dia, pejabat tersebut tak akan dibawa ke pengadilan melalui lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, atau KPK.

"Jadi, misalnya, kalau menteri, berarti pemeriksaannya langsung di atas menteri. Kalau deputi, pemeriksa langsungnya adalah menteri. Kalau asisten deputi, berarti (pemeriksanya) deputi," kata dia.

"Atasan-atasan langsung menjadi salah satu tim pemeriksa di samping inspektorat pengawasan internal pemerintah," sambung Menteri Yuddy.

Adapun sanksi terberatnya, tegas Menteri Yuddy, mustahil pidana kurungan. Alih-alih, hukuman akan berlaku gradatif. Mulai dari sanksi yang teringan, yakni peringatan tertulis. Sanksi pencopotan dari jabatan bila yang bersangkutan melampaui kewenangannya. Lantas, sanksi yang terberat, pemberhentian sebagai pegawai negeri.

"Tetapi tidak dipenjarakan. Karena orang ini tidak memperkaya diri sendiri. Orang ini berpikir untuk kemanfaatan orang banyak," ucap Menteri Yuddy.

Hal demikian tak berlaku bagi para pejabat maupun mantan pejabat negara yang sudah terlanjur tersangkut kasus hukum lantaran diskresi. Sebab, kata Menteri Yuddy, UU No 30/2014 tidak  bisa menyetop kasus hukum atau menganulir vonis hukum atas seseorang yang sudah terjadi.

"Kan undang-undangnya (UU Administrasi Pemerintahan) baru diberlakukan 2014 akhir," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement