REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fadilah Kartikasasi mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan sukuk korporasi diperlukan kebijakan pemerintah yang bersifat top down. Apalagi, sukuk memiliki potensi pasar untuk dijadikan underlying portfolio reksadana syariah.
"Sukuk membutuhkan suplai yang besar, oleh karena itu kami sedang memikirkan bagaimana adanya market maker," ujar Fadilah di Jakarta, Kamis (24/11).
Dengan adanya market maker maka tidak ada kekhawatiran dari sisi supplier untuk menerbitkan sukuk. Menurut Fadilah, selama ini ada kekhawatiran bahwa sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan tidak akan terserap. Oleh karena itu, apabila ada market maker, maka akan tercipta stabilisasi market dan kepastian penyerapan sukuk.
Sementara sukuk berpotensi untuk dijadikan underlying reksadana syariah. Sehingga, ketika suplai sukuk besar maka reksa dana syariah juga akan ikut tumbuh.
"Sekarang sedang kita usahakan bagaimana mereka bisa akses ke sukuk negara, untuk menciptakan reksa dana berbasis sukuk," kata Fadilah.
Fadilah mengatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berpotensi besar untuk menerbitkan sukuk terutama untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, dalam kondisi saat ini Indonesia membutuhkan top down policy untuk mendukung perkembangan instrumen syariah, karena tanpa dukungan tersebut maka instrumen syariah akan sulit berkompetisi dengan instrumen konvensional.
Selain sukuk, pasar modal syariah juga memiliki instrumen lain yang dapat digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur seperti RDPT Syariah, DIRE Syariah, dan EBA Syariah. Khusus EBA Syariah, OJK sedang berupaya mendorong bank syariah yang memiliki pembiayaan perumahan untuk mensekuritaskan asetnya.
Fadilah mengatakan, aset tersebut nantinya akan dibeli oleh manajer investasi (MI) dan akan diterbitkan sebagai EBA Syariah. "Dengan uang yang masuk, maka bank bisa memberikan lebih banyak pendanaan kepada nasabah dan bank juga memiliki kesempatan untuk mendanai proyek yang lebih besar," kata Fadilah.
Berdasarkan data OJK per 11 November 2016, jumlah outstanding sukuk korporasi sebesar 10,74 persen sedangkan obligasi 88,26 persen. Nilainya outstanding sukuk korporasi sekitar Rp 11.044 miliar yang terdiri dari Rp 5.700 miliar merupakan sukuk dengan akad ijarah dan Rp 5.344 miliar sukuk dengan akad mudharabah.
Selain itu, OJK juga mencatat per 11 November 2016 terdapat 51 jumlah sukuk korporasi outstanding yang terdiri dari 34 sukuk ijarah dan 17 sukuk mudharabah. Sementara itu, market share sukuk korporasi outstanding sebesar 3,64 persen.