Rabu 11 Jan 2017 15:48 WIB

Hakim Sindir Saksi Meringankan Irman Gusman

Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus suap gula impor Irman Gusman menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/1).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus suap gula impor Irman Gusman menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango yang mengadili perkara dengan terdakwa mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, menyindir pernyataan saksi meringankan yang diajukan Irman ke persidangan.

Hal tersebut terjadi saat saksi meringankan untuk terdakwa Irman Gusman, Djasarmen Purba meminta majelis hakim mempertimbangkan seadil-adilnya Irman Gusman dari segala tuduhan menerima suap.

"Saya tidak menyebut supaya terdakwa ini dibebaskan, itu doa saya. Saya tahu persis karena saya salah satu pimpinan ormas Majelis Umat Kristen Indonesia sehingga ketika melakukan reorganisasi dan mengajukan proposal. Dan Puji Tuhan, kami diberikan banyak tapi tentu dana bukan dari APBN. Saya mohon majelis hakim mempertimbangkan seadil-adilnya karena kalau dilihat wajahnya wajah yang tidak berdosa," kata anggota DPD RI dari Kepulauan Riau Djasarmen Purba di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (11/1).

"Saya belum punya ilmu melihat wajah orang berdosa atau tidak," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango.

Djasarmen menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Irman Gusman yang didakwa menerima Rp100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan Memi karena telah mengupayakan CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy dan Memi mendapat alokasi pembelian gula yang diimpor oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk disalurkan di provinsi Sumatera Barat dengan memanfaatkan pengaruhnya terhadap Direktur Utama Perum Bulog.

"Saudara selaku komisaris di bidang properti kalau ada masalah di Kepri sana bisa menelepon ke menteri perumahan agar merekomendasikan perusahaan saudara itu?" tanya hakim Nawawi.

"Perusahaan kami tidak menyangkut dana APBN atau APBD, murni swasta tidak ada kaitannya pak saya sama sekali, jauh dari itu," jawab Djasarmen.

"Sebagai anggota DPD apakah pernah terima oleh-oleh?" tanya hakim Nawawi.

"Justru sering kita yang memberi saat menginap di rumah," jawab Djasarmen.

Dalam perkara ini, pada pekan lalu majelis hakim telah memvonis Xaveriandi Sutanto selama 3 tahun penjara sedangkan istrinya Memi selama 2,5 tahun penjara ditambah masing-masing pidana denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menyuap Irman Gusman sebesar Rp100 juta sebagai ucapan terima kasih bagi Irman yang sudah membantu alokasi gula impor dari Perum Bulog ke perusahaan tersebut.

Sedangkan Irman masih menjalani persidangan dengan dakwaan dari pasal 12 hurub b atau pasal 11 No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement