Senin 03 Jul 2017 20:34 WIB

Patrialis Akui Serahkan Draf Putusan ke Kamaludin

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ketika menjadi saksi dalam sidang kasus suap hakim MK dengan terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/7).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ketika menjadi saksi dalam sidang kasus suap hakim MK dengan terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim konstitusi, Patrialis Akbar mengaku menyerahkan konsep (draft) putusan uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada rekannya Kamaludin yang juga perantara pemberi suap.

"Saya tidak pernah memberikan ke Basuki sama sekali, tapi kepada Kamaludin karena hampir setiap hari Pak Kamal ini bersama saya. Memang Pak Kamal waktu menanyakan 'Pak sudah putus belum perkara itu?'. Saya katakan sudah ada putusan sementara, tapi belum final. Waktu saya mau meninggalkan lapangan, Pak Kamal itu ke mobil saya, kebetulan di mobil saya membawa 'draft' yang belum final itu. Dia mau tahu, saya katakan 'sudah baca saja, saya mau jalan'. Saya serahkan kepada Kamaludin supaya dia tahu apa isinya walaupun itu belum final," kata Patrialis dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/7).

Patrialis menjadi saksi untuk terdakwa pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa Basuki bersama dengan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny yang didakwa memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS (sekitar Rp 690 juta), Rp 4,043 juta dan menjanjikan uang Rp 2 miliar kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Putusannya belum final, kedua hanya spontanitas saya waktu itu. Jadi saya tidak berpikir lebih jauh, lebih panjang karena dalam pertemuan saya dengan Pak Kamal dan Pak Basuki sudah ada komitmen kita tidak boleh bicara uang," tambah Patrialis.

Patrialis pun mengaku tidak pernah membocorkan konsep putusan sebelumnya. "Tidak pernah (memberikan draft) sebelumnya. Ini karena teman dan sudah terlalu dekat dengan saya," ungkap Patrialis.

Namun pada sore harinya, Patrialis berubah pikiran sehingga ia menelepon Kamaludin agar jangan sampai konsep putusan itu beredar ke mana-mana. "Jadi saya minta tolong dimusnahkan supaya tidak diberitahukan ke siapa-siapa. Jangan sampai ada orang lain yang tahu," tambah Patrialis.

Ia pun mengaku tidak tahu bahwa konsep putusan itu sudah sampai ke tangan Basuki. Selain memberikan konsep putusan, Patrialis juga membolehkan Kamaludin memotret konsep putusan selanjutnya saat Kamaludin berkunjung ke kantor Patrialis ke MK.

"Saat itu Kamaludin ingin memberikan undangan Asosiasi Pengusaha Haji dan Umrah ke saya, selesai mengobrol saya ke kamar mandi saat saya sampai ruangan lagi Pak Kamaludin memotret draft itu," ungkap Patrialis.

"Saksi tahu Kamaludin memotret 'draft' itu lalu kenapa tidak minta agar Kamaludin menghapusnya?" tanya jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan.

"Saya tidak minta dihapus karena tidak ada keinginan saya untuk menyampaikan 'draft' itu. Memang saya tidak merasa curiga atau apa ke Pak Kamal karena Pak Kamal tidak cerita sekalipun dengan saya tentang hubungan dia dengan Pak Basuki Hariman jadi saya tidak curiga," jawab Patrialis.

"Tadi saudara menerangkan bahwa Kamaludin dan terdakwa punya perusahaan yang sama dan Kamaludin juga tidak ada kepentingan terhadap putusan itu, kok bisa saudara menyimpulkan tidak punya kepentingan Kamaludin untuk menyerahkan 'draft' putusan ke Basuki padahal tadi saudara juga sudah membocorkan dan minta 'draft' dimusnahkan apa tidak berlebihan bila tidak meminta untuk menghapus foto itu?" cecar jaksa Lie.

"Karena selama ini saya dengan Pak Basuki dan Pak Kamal tidak bicara masalah uang, jadi saya meyakini tidak ada masalah. Secara etik saya mengaku ada yang tidak pas tapi secara kepidanaan tidak ada karena saya 'commit' tidak bicara uang," jawab Patrialis.

Dalam dakwaan disebutkan pada 5 Oktober 2016 di Jakarta Golf Club Rawamangun Basuki, Kamaludin, Ahmad Gozali, dan Patrialis Akbar bertemu. Patrialis menyerahkan satu bundel 'draft' putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 kepada Kamaludin yang amarnya mengabulkan permohonan pemohon uji materi.

Namun tidak lama, Patrialis menghubungi dan meminta agar Kamaludin memusnahkan "draft" putusan itu padahal "draft" putusan sudah berada di tangan Basuki sehingga Kamaludin menemui Basuki dan Ng Fenny di Plaza Indonesia untuk memusnahkan "draft" sesuai arahan Patrialis.

Selanjutnya pada 19 Januari 2017, Patrialis menelepon Kamaludin dan memintanya datang ke kantor MK. Patrialis menyampaikan bahwa sudah ada konsep putusan uji materi yang akan diajukan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) serta menunjukkan pendapatnya yang tertuang dalam konsep putusan dan telah ditandai dengan stabilo warna biru.

Atas izin Patrialis Akbar, Kamaludin kemudian mengambil gambar konsep putusan tersebut menggunakan telepon genggamnya yang kemudian diperlihatkan kepada Basuki dan Ng Fenny.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement