REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto, mengatakan proses peradilan menjadi kelemahan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi masyarakat (ormas). Beberapa poin tentang peradilan sebaiknya tidak dihapus dari aturan mengenai ormas.
Menurut Yandri, sebagai partai koalisi pemerintah, PAN tidak diajak memberikan saran dan masukan terhadap perppu ormas. "Kalau memang diminta, sebenarnya yang kami sarankan itu adalah proses pengadilan jangan dihapus seluruhnya," ujar Yandri kepada wartawan usai diskusi bertajuk 'Cemas Perppu Ormas' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7).
Pertimbangannya, lanjut dia, supaya pemerintah tidak mengambil semua peran baik menilai dan memutuskan nasib ormas. Jika sistem peradilan di pengadilan dianggap rumit, Yandri menyarankan agar ada penyederhanaan sistem.
Selain itu, dapat diadakan sistem pengadilan khusus, mempersingkat waktu dan mempertegas sanksi. "Jangan pemerintah melalui Kemenkumham dan Kemendagri yang memutus. Jika kondisinya demikian, maka inilah yang menurut PAN menjadi kelemahan terbesar dalam Perppu ini," jelas Yandri.
Karena itu, PAN akan mengupayakan mengajukan pertimbangan untuk menolak atau menerima saat perppu diajukan di DPR. Beberapa pertimbangan itu akan dibahas dalam rapat koordinasi nasional PAN pada Agustus mendatang.
Adapun beberapa pasal yang dihapus dari aturan sebelumnya (UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas) yakni pasal 68 yang mengatur ketentuan pembubaran ormas melalui lembaga peradilan. Pasal lain yang dihapus yakni pasal 65 yang mewajibkan pemerintah mengambil pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung (MA) dalam menjatuhkan sanksi terhadap ormas.
Pasal lain yang dihapuskan yakni pasal 60 terkait peringatan terhadap ormas dan pasal 62 yang mengatur peringatan berjenjang terhadap ormas yang melakukan pelanggaran.
Baca juga, PHSK Minta DPR dan Masyarakat Tolak Perppu Ormas.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, mengatakan peraturan pengganti undang-undang Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas cacat secara prosedural. Selain itu, perppu tersebut juga dinilai cacat secara substansial.
"Kami memandang, secara umum perppu ini mengalami cacat prosedural dan substansial. Disebut cacat prosedural karena tidak memenuhi persyaratan seperti kebutuhan yang mendesak atau kekosongan hukum sebab belum ada aturan hukum," ujar Fadli dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7).