REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerintah memperkirakan biaya pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta menghabiskan dana Rp 400 triliun hingga Rp 500 triliun. Ihwal sumber dana untuk realiasi pemindahan ibu kota, menurutnya Presiden Joko Widodo memiliki rencana sendiri sehingga masyarakat takerlu khawatir.
"Bapak presiden mengatakan akan sangat tidak tergantung dari APBN jadi tidak bakal menganggu alokasi anggaran untuk apapun. Itu permintaan dan harapan dari presiden," tegas Ahmad Erani, dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (4/5).
Sehingga, sambung dia, masyarakat tak perlu khawatir anggaran untuk pembangunan jembatan ataupun sekolah yang rusak bakal terganggu. Menurutnya, urusan pembiayaan perpindahan ibu kota akan lebih banyak bersumber dari BUMN dan swasta.
"Pemerintah sendiri nanti akan sangat minimal menggunakan dana dari APBN, terbatas sekali. Bahkan kalau mungkin bisa nol persen dari APBN, itu dimungkinkan juga pak presiden memberikan arakan dan akan dilakukan juga," ungkapnya.
Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Negara dari Bappenas Imron Bulkin mengatakan, pemindahan ibu kota bakal dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). "Akan kita cantumkan di RPJMN 2020-2024," kata Imron melalui pesan singkat kepada Republika, Jumat (3/5).
Jika menilik rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024 yang disampaikan Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan di Surabaya, awal April, ada lima tema yang menjadi fokus pembangunan pemerintah selama periode RPJMN tersebut. Kelima tema itu adalah pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan kewilayahan, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan politik, hukum, pertahanan, serta keamanan. Dalam hal fokus pembangunan kewilayahan, Bappenas mencantumkan tiga poin, yaitu sentra-sentra pertumbuhan, komunitas unggulan daerah, dan pertumbuhan perkotaan.