Indonesia adalah salah satu negara penghasil polusi terburuk di dunia, jika dilihat dari sampah plastik yang dihasilkan, menurut Alfatirrahman, yang akrab dipanggil Alfa.
Alfa adalah koordinator dari organisasi nirlaba 'Get Plastic' cabang di Pulau Bali, yang sangat bersemangat mengajak orang-orang untuk menggunakan lebih sedikit produk plastik. "Indonesia berada di urutan kedua untuk sampah plastik," ujar Alfa kepada Hack, sebuah program di ABC.
Apa yang dilakukan oleh organisasinya berbeda, di mana kebanyakan yayasan lingkungan lainnya mengumpulkan sampah-sampah plastik untuk dibuang ke TPA. "Akhirnya sampah-sampah itu berakhir di beberapa lahan ... menjadi tempat pembuangan sampah," kata Alfa.
"'Get Plastic' ingin menyelesaikan masalah lahan tersebut, karena sebagian besar yang tinggal di dekat TPA adalah orang-orang miskin. Juga TPA di Indonesia dekat dengan sumber air," kata dia.
Pendiri 'Get Plastic', Dimas Bagus Wijanarko menciptakan mesin yang dapat mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar. Sebenarnya teknologi untuk membuat biofuel dari limbah plastik sudah sejak lama ada, tapi teknologi yang ada mahal dan sulit untuk dioperasikan.
Beberapa tahun yang lalu, Dimas memutuskan untuk membuat mesin dengan biaya lebih murah dan lebih mudah digunakan oleh semua orang. "[Artinya] desa kecil dan orang-orang yang mengurusi TPA, siapa pun, bisa mengoperasikannya dan memperbaikinya jika terjadi sesuatu," jelas Alfa.
Bukanlah sebuah yang mudah, tapi upaya Dimas membuahkan hasil. 'Get Plastic' sekarang memiliki dua mesin yang digunakan di Indonesia, satu di dekat pulau Jawa dan satu lagi di Sulawesi. "Volume sampah plastik telah berkurang di desa-desa ini," kata Alfa.
Jadi bagaimana cara kerjanya?
Mesin ini memiliki dua reaktor, yang pertama adalah melelehkan plastik, kemudian akan melewati pipa pendingin, sebelum reaktor kedua 'mengukusnya'. Tiga jenis bahan bakar yang akan dihasilkan adalah diesel, yang merupakan 70 persen dari hasil pengolahan plastik, diikuti bensin (20 persen) dan minyak tanah (10 persen).
Mesin tersebut mengeluarkan gas dalam proses pengolahannya, tetapi Alfa mengatakan tidak beracun. "Masih ada residu pada akhirnya, seperti arang, kami menggunakannya untuk melukis," katanya.
Tahun 2016, Dimas memutuskan untuk menguji seberapa jauh ia bisa menggunakan bahan bakar hasil pengolahan plastik. Ia naik skuter Vespa dan mengendarai 1.200 kilometer dari Jakarta ke Bali.
"Kita memunggut sampah plastik dari jalanan, memasukkannya ke dalam mesin, dan hasilnya adalah bensin untuk Vespa," kata Alfa.
Apa selanjutnya?
Alfa sangat berharap yayasan 'Get Plastic' dan mesin bahan bakarnya akan membantu menghentikan polusi tanah dan air yang berasal dari mikroplastik. Organisasi dunia World Wide Fund for Nature (WWF) bahkan telah bergabung dengan proyek ini dan membeli beberapa mesin.
Harga satu mesin ini adalah Rp 15 juta. Namun terlepas dari efisiensi mesin dan harga yang murah, Alfa tak ingin orang-orang terlalu bergantung pada mereka.
Ia lebih mengajak warga Indonesia lainnya berpikir soal mengurangi jumlah plastik sekali pakai dan menemukan cara membuangnya. "Kita semua bisa lebih waspada dengan sampah plastik," kata Alfa. "Kami bukan anti-plastik, tapi kami ingin orang menggunakannya dengan lebih bijak."
Simak cerita inspiratif lainnya dari ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook.