Selasa 14 Apr 2020 00:42 WIB

Pakar: Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 Soal Ojol Overlapping

Pakar menilai Permenhun Nomor 18 Tahun 2020 tak punya landasan konsitusional.

Red: Bayu Hermawan
Sejumlah pengemudi ojek online membawa barang pesanan di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta, Senin (13/4). Masih belum jelasnya regulasi antara Peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait diperbolehkanya ojek online membawa penumpang selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat pengemudi ojek online hanya bisa membawa barang pesanan selama masa pandemi COVID-19
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pengemudi ojek online membawa barang pesanan di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta, Senin (13/4). Masih belum jelasnya regulasi antara Peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait diperbolehkanya ojek online membawa penumpang selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat pengemudi ojek online hanya bisa membawa barang pesanan selama masa pandemi COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, menilai implementasi peraturan menteri perhubungan yang membolehkan ojek daring atau online (ojol) mengangkut penumpang selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSSB) bisa membingungkan masyarakat. "Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 itu overlapping dan tidak mempunyai landasan dan pijakan konstitusional," ujar dia dalam keterangan tertulis, yang diterima di Jakarta, Senin (13/4).

Menurut dia, jika memang menhub ingin membuat produk regulasi, idealnya mengakomodasi serta wajib untuk sejalan dengan peraturan perundang-undangan horizontal-sektoral yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai leading sector dalam penanganan Covid-19 dan penerapan PSBB. Menkes juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 sebagai dasar pemberlakuan PSBB yang di dalamnya hanya memperbolehkan ojol mengangkut barang, bukan penumpang.

Baca Juga

"Jadi, menhub ad interim jangan membuat norma serta pranata baru yang sifatnya contra legem sehingga ini sangat berimplikasi secara mendasar pada visi penyelesaian penanganan Covid-19 pada tingkat yang lebih teknis. Ada kebingungan confusion pada tingkat lapangan. Ini tidak boleh terjadi dalam situasi darurat pandemi seperti ini," katanya.

Jika dilihat dari peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Pencegahan Penyebaran Pandemik Virus Corona yang ditandatangani Luhut Binsar Panjaitan tersebut tidak sejalan dan berpotensi bertentangan dengan ketentuan dalam UU tersebut. Pasalnya, ia mengatakan, leading sector dalam persoalan penanganan Covid-19 adalah Kemenkes beserta atribut kewenangan yang sifatnya regulatif untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan percepatan penanganan Covid-19.