Selasa 22 Sep 2020 16:56 WIB

Pemerintah Myanmar Perketat Pembatasan Sosial di Yangon

Pemerintah juga memberlakukan jam malam sejak Ahad (20/9) malam

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Umat Buddha mengenakan masker saat datang ke pagoda di Yangon, Myanmar. Ilustrasi.
Foto: Lynn Bo Bo/EPA
Umat Buddha mengenakan masker saat datang ke pagoda di Yangon, Myanmar. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar memberlakukan pembatasan sosial yang lebih ketat di Yangon untuk menekan jumlah peningkatan kasus virus corona. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan jam malam sejak Ahad (20/9) malam.

Selama pembatasan sosial diberlakukan, warga tidak dibolehkan keluar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Kebijakan ini telah memengaruhi hampir semua bisnis karena pemerintah memerintahkan semua pabrik di Yangon tutup mulai 24 September hingga 7 Oktober. Penutupan pabrik ini akan berdampak pada ratusan ribu pekerja garmen di wilayah tersebut.

Baca Juga

Kepala Federasi Pekerja Garmen, Moe Sandar Myint, mengatakan perintah penutupan pabrik garmen menyebabkan kebingungan di kalangan pengusaha dan karyawan. Penutupan ini dapat menyebabkan karyawan kehilangan pemasukan.

"Siapa yang akan membayar pekerja atas upah yang hilang selama penutupan dua pekan dan bagaimaa pemerintah akan mendukung mereka selama melewati hari-hari sulit ini," ujar Moe Sandar Myint kepada Anadolu Agency.

Seorang pemilik pabrik garmen di Yangon, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan pemerintah seharusnya berkonsultasi dengan perwakilan karyawan dan pengusaha sebelum mengambil keputusan. Penutupan pabrik tidak hanya merugikan karyawan, namun juga merugikan pengusaha karena dapat kehilangan pemasukan.

"Tidak hanya para pekerja, kami juga prihatin dengan pembayaran upah yang hilang karena kami tidak dalam posisi untuk memberikan pembayaran penuh kepada pekerja saat ini. Kami juga kena imbas pandemi Covid-19," ujar pemilik garmen tersebut.

Lebih dari 100 pabrik di Yangon telah ditutup karena kurangnya pesanan dari pembeli dan pengecer. Hal ini menyebabkan puluhan ribu pekerja menganggur.

Yangon telah menjadi salah satu episentrum penyebaran virus corona di Myanmar. Pihak berwenang memberlakukan pembatasan sosial pada awal September.

Pada Senin (21/9), Myanmar mencatat 5.805 kasus virus corona dengan 94 kematian. Myanmar kini menghadapi gelombang kedua pandemi sejak jumlah kasus meningkat di negara bagian Rakhine barat sejak pertengahan Agustus.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement