REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan mempertimbangkan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan terkait putusan banding terpidana perkara suap Paruh Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024, Wahyu Setiawan. Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan untuk tidak mencabut hak politik Wahyu.
"KPK akan mengambil sikap langkah hukum berikutnya apakah menerima putusan atau upaya hukum Kasasi tentu setelah mempelajari seluruh pertimbangan majelis hakim tersebut," kata Plt Juru Bicara Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (9/12).
Meski demikian, Ali mengaku bahwa lembaga antirasuah belum menerima salinan putusan banding Wahyu Setiawan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Padahal putusan tingkat banding tersebut telah dikeluarkan pada (7/12).
"Informasi yang kami terima, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) belum menerima salinan resmi putusan banding tersebut," kata Ali lagi.
Sebelumnya, putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya menguatkan putusan PN Jakarta Pusat terhadap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu. Wahyu tetap divonis enam tahun penjara oleh pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Putusan banding tidak mencabut hak politik Wahyu untuk dipilih dan memilih menyusul yang bersangkutan tidak berkarir dalam dunia politik. Pertimbangan hakim adalah menghargai hak asasi manusia Wahyu yang telah bekerja di KPU dengan menyukseskan Pemilu 2019.
Majelis hakim juga berpandangan bahwa dengan dijatuhi pidana pokok tersebut maka sudah tipis harapan bagi Wahyu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi. Putusan banding tersebut dibacakan pada Senin (7/9) dan tercatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI.
Wahyu Setiawan divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan pada pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yaitu 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat saat itu juga tidak mengabulkan tuntutan JPU KPK agar Wahyu dijatuhi hukuman pidana tambahan. Hal itu berupa pencabutan hak politik selama empat tahun terhitung sejak dirinya selesai menjalani pidana pokok.
Seperti diketahui, Wahyu terbukti menerima suap Rp 900 juta. Uang itu dia diberikan guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Dia juga terbukti menerima uang Rp 500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Suap tersebut terkait proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.