REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Moeldoko merespons tudingan adanya upaya paksa untuk mengambil alih Partai Demokrat yang disebut-sebut sebagai kudeta. Menurutnya, penggunaan istilah kudeta terkait tudingan itu tidaklah tepat.
Jika memang benar terjadi, kata Moeldoko, maka seharusnya kudeta dilakukan dari internal partai sendiri, bukan dari luar. "Berikutnya kalau ada istilah kudeta, ya kudeta itu dari dalam, masa kudeta dari luar?" tanya Moeldoko dalam keterangan pers, Senin (1/2) petang.
Dalam kesempatan yang sama, Moeldoko juga memperingatkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) agar tidak menyeret nama Presiden Jokowi dalam masalah ini. Presiden, ujar Moedoko, sama sekali tidak mengetahui permasalahan ini, juga tidak terkait di dalamnya.
"Jangan dikit-dikit istana. Dalam hal ini saya mengingatkan sekali lagi, jangan dikit-dikit istana dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Karena beliau dalam hal ini tidak tahu sama sekali," kata Jokowi.
Isu soal kudeta ini muncul setelah AHY buka-bukaan menyebut ada pihak yang mengancam Partai Demokrat. Menurutnya, pihak tersebut adalah gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa.
Berdasarkan kesaksian yang ada, AHY menyebut bahwa gerakan tersebut melibatkan pejabat penting pemerintahan. Bahkan, sosok yang terlibat fungsional di lingkaran kekuasaan terdekat Presiden Jokowi. Nama pun mengerucut kepada Kepala Staf Presiden Moeldoko.