Sabtu 16 Oct 2021 00:24 WIB

SMRC: Publik tak Setuju Presiden Bekerja Berdasarkan PPHN

Hanya 10 persen publik yang setuju jika presiden bekerja sesuai PPHN atau GBHN.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menikmati pemandangan di Kawasan Puncak Waringin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (14/10/2021). Dalam kunjungan kerjanya Presiden meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo.
Foto: Antara/Setpres/Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menikmati pemandangan di Kawasan Puncak Waringin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (14/10/2021). Dalam kunjungan kerjanya Presiden meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei sikap publik terkait wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu isu yang bergulir adalah presiden yang bekerja sesuai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Mayoritas warga, 81 persen menginginkan presiden bekerja sesuai dengan janji-janjinya kepada rakyat pada masa kampanye pemilihan presiden," ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas dalam rilis daringnya," Jumat (15/10).

Baca Juga

"Presiden harus bertanggung jawab pada rakyat, karena presiden dilipih oleh rakyat," sambungnya.

Sirojudin menjelaskan, hanya 10 persen publik yang setuju jika presiden bekerja sesuai PPHN atau GBHN dan bertanggung jawab kepada MPR. Sedangkan, 9 persen menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.

"Jumlah warga yang ingin presiden bekerja sesuai janji kepada rakyat, bukan menurut GBHN atau PPHN naik dari 75 persen dari Mei 2021 menjadi 81 persen pada September," ujar Sirojudin.

Di samping itu, mayoritas masyarakat tak menghendaki adanya perubahan pada konstitusi. Sebanyak 66 persen warga menyatakan bahwa UUD 1945 adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diubah atas alasan apapun. Sedangkan, 12 persen lainnya menyatakan bahwa UUD saat ini merupakan yang paling pas untuk Indonesia.

"Sehingga total ada 78 persen yang tidak menghendaki perubahan UUD 1945," ujar Sirojudin.

Hanya 4 persen responden yang menyatakan bahwa sebagian besar pasal dalam UUD 1945 perlu diubah. Lalu, 11 persen menyatakan bahwa beberapa pasal saja dalam UUD 1945 yang perlu diubah atau dihapuskan.

"Yang tidak tahu atau tidak menjawab 7 persen. Secara umum tudak mengehendaki perubahan UUD 1945," ujar Sirojudin.

SMRC melakukan survei sejak 15 hingga 21 September 2021. Jumlah responden sebanyak 1.220 yang dipilih dengan metode multistage random sampling yang diwawancarai secara tatap muka.

Toleransi kesalahan atau margin of error sebesar 3,19 persen, pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya dijadwalkan hadir dalam diskusi tersebut, tetapi urung hadir hingga rilis survei tersebut dimulai.

photo
Wacana Amendemen UUD 1945 dalam Survei - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement