REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan tindakan represif dan dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada warga saat pengukuran lahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. LPSK pun mengaku siap memberikan perlindungan kepada korban kekerasan tersebut.
"Jika terbukti terjadi tindak pidana dalam tindak represif aparat terhadap masyarakat, LPSK siap memberikan perlindungan kepada mereka yang menjadi saksi dan korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam siaran persnya, Rabu (9/2/2022).
Hasto pun meminta warga Desa Wadas yang mengetahui kejadian dan menjadi korban dari aksi represif aparat mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Terkait insiden yang terjadi, kata Hasto, LPSK sangat menyesalkan tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas. Dalam insiden itu, diketahui sedikitnya ada 60 warga desa ditangkap polisi.
"Tindakan berupa penangkapan disertai dengan dugaan kekerasan sangat bertolak belakang dengan semangat aparat negara yang seharusnya berfungsi melindungi warga negara," ujar Hasto.
LPSK meminta aparat lebih mengedepankan dialog dan menghindari segala bentuk tindak kekerasan. Pemerintah daerah juga harus mampu berperan menjadi penengah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
"LPSK juga meminta pemerintah daerah dapat memerhatikan hak-hak lingkungan hidup warga sebagai konsekuensi dari rencana pembangunan," ujarnya.
Sebelumnya, Selasa (8/2/2022), aparat kepolisian bertindak represif dan "brutal" di Desa Wadas. Sejak pagi harinya, ribuan aparat kepolisian memasuki desa untuk mengawal proses pengukuran tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Purworejo.
Baca juga : Sambangi Desa Wadas, Ganjar: Saya Tanggung Jawab
Aparat lantas mencopot berbagai poster yang berisikan penolakan terhadap rencana pertambangan. Mereka juga mengepung dan menangkap warga yang sedang melakukan mujahadah di Masjid. Aparat kepolisian juga merazia telepon genggam dan memasuki rumah-rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, diiringi bentakan dan makian.
Konflik agraria ini berawal dari rencana pemerintah membangun Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Bener. Untuk kebutuhan material pembangunan, pemerintah hendak menambang batu andesit di bukit di Wadas, dengan area seluas 124 hektare. Tapi, mayoritas warga Desa Wadas menolak rencana penambangan batu andesit itu. Mereka pun enggan melepaskan tanahnya.
View this post on Instagram