Ahad 20 Feb 2022 12:15 WIB

BPJS Watch: Pemerintah Harusnya Sosialisasikan JKP Dulu Ketimbang JHT

Pemerintah dinilai kurang sosialisasikan JKP sebagai bagian pengganti JHT.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Nasabah masih dapat mencairkan dana JHT meski belum menginjak usia 56 tahun sebelum aturan baru diberlakukan setelah adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Nasabah masih dapat mencairkan dana JHT meski belum menginjak usia 56 tahun sebelum aturan baru diberlakukan setelah adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyoroti komunikasi yang dilakukan pemerintah terkait polemik Permenaker 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Menurutnya pemerintah seharusnya mensosialisasikan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) lebih dulu ke masyarakat.

"Kalau memang pemerintah memposisikan JKP ini sebagai bagian dari pengganti JHT, harusnya yang disosialisasikan dulu, yang dirilis, adalah jaminan kehilangan pekerjaan," kata Timboel dalam diskusi daring, Ahad (20/2/2022).

Baca Juga

Sementara menurutnya yang ramai di publik saat ini justru soal pencairan dana JHT. Selain itu dirinya juga mempertanyakan alasan pemerintah merilis JKP pada 22 Februari 2022.

"Apa tunggu tanggal cantik kali ya? Saya pikir harusnya JKP dulu" ujarnya.

Menurutnya Indonesia agak terlambat memiliki JKP jika dibanding beberapa negara di Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Laos, dan Vietnam. Bahkan Jepang dan Korea sudah lebih dulu mempunyai JKP.

"JKP itu merupakan praktik internasional di konvensi 102 ILO itu ada. Malaysia punya, Laos punya, Vietnam punya, yang pertama itu Jepang, Korea Selatan. Jadi kita pun sebenarnya terlambat," ucapnya.

Sementara itu Staf Khusus Kemenaker Dita Indah Sari menyadari adanya persoalan komunikasi tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pemahaman yang tidak tunggal di kalangan para pekerja buruh ihwal aturan JKP tersebut. "Memang masalah komunikasi ini menjadi introspeksi kami juga," ungkap Dita

Dita mengatakan ke depan pihaknya akan mengoptimalkan proses dialog dan sosialisasi. Hal itu menurutnya perlu dilakukan agar pesan yang ingin disampaikan pemerintah dapat diterima secara jelas oleh masyarakat.

"Memang dialog dan penjelasan itu harus lebih massal supaya distorsi misinformasi ke bawah terutama di akar rumput kawan-kawan kita bisa lebih clear ya terutama, kalau ini ditarik ke 56 terus teman-teman dapat apa sih gantinya, itu yang banyak teman-teman kelihatannya belum paham," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement