Rabu 20 Apr 2022 20:10 WIB

Kejagung Bongkar Kasus Korupsi Terkait Minyak Goreng, Ini Respons KPK

Kejagung pada Selasa mengumumkan empat tersangka kasus ekspor CPO.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Jubir KPK Ali Fikri.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Jubir KPK Ali Fikri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku mengapresiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah melakukan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak goreng. KPK menilai minyak goreng merupakan salah satu komoditas krusial bagi masyarakat.

"Minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, yang sempat terjadi kelangkaan pada beberapa waktu yang lalu," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (20/4/2022).

Baca Juga

KPK berpendapat, capaian kinerja tersebut menjadi penguat optimisme bahwa pemberantasan korupsi memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Ali mengatakan, hal itu sekaligus menjadi pengingat bahwa upaya pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama.

"Baik melalui upaya-upaya penegakkan hukum, pencegahan dan perbaikan sistem tata kelola, maupun edukasi antikorupsi bagi masyarakat," katanya.

Pada Selasa (19/4/2022), Kejagung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus tersebut. Tiga tersangka lainnya, adalah pihak swasta.

Yakni, Stanley MA (SMA) yang ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Master Parulian Tumanggor (MPT), ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI). Dan Pierre Togar Sitanggang (PTS), yang ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas. 

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan, penyidikan kasus dimulai usai terjadinya kelangkaan dan meroketnya harga minyak goreng di pasaran. Penyidik menemukan indikasi dugaan tindak pidana korupsi yang menyebabkan hal tersebut terjadi, salah satunya dengan mengekspor minyak goreng ke luar negeri.

"Dalam pelaksanaannya perusahaan tidak memenuhi DPO namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara," jelas Burhanuddin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement