Senin 02 May 2022 19:10 WIB

Upaya Memotong Mata Rantai Kejahatan Jalanan di Yogyakarta

Hampir seluruh sekolah khususnya setingkat SMA/SMK di DIY dapat dijumpai geng pelajar

Tersangka pelaku kejahatan jalanan atau klitih dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Senin (11/4/2022). Sebanyak lima tersangka berstatus pelajar dan mahasiswa diamankan dari kasus penganiyaan pelajar SMA hingga meninggal. Pelaku dijerat dengan Pasal 353 Ayat (3) Juncto Pasal 55 atau Pasal 351 Ayat (3) Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Barang bukti celurit, pedang, serta hear sepeda motor turut dihadirkan dalam konferensi pers ini.
Foto:

Geng Pelajar

Hampir setiap tahun kasus kekerasan remaja usia sekolah berulang dan mengemuka di Yogyakarta. Selama 2021, Polda DIY mencatat sebanyak 58 laporan terkait kejahatan jalanan. Jumlah itu meningkat dibandingkan 2020 sebanyak 52 laporan.

Embrio kasus kejahatan jalanan oleh geng pelajar, menurut sosiolog dari Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Dr Mukhijab sudah ada di Kota Gudeg sejak era 80-an. Dari tahun ke tahun memiliki pola yang sama, yaitu melakukan kekerasan, menimbulkan korban luka hingga nyawa.

Sejumlah geng pelajar terus melakukan regenerasi, bahkan mulai era 90-an ada yang menjalin hubungan dengan sayap partai politik tertentu di DIY. Menurut dia, pelajar tertarik bergabung dengan geng pelajar, antara lain sebagai wahana eksistensi diri karena tidak mendapat ruang pengakuan baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.

Meski belum dapat menyebut angka pasti, Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto menyebut hampir seluruh sekolah khususnya setingkat SMA/SMK di DIY dapat dijumpai geng pelajar. "Ada (geng pelajar) yang masih 'manis-manis' dan ada yang brutal," ucap dia.

Sosiolog kriminalitas Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto yang pernah melakukan penelitian fenomena "klitih" atau kejahatan jalanan sejak 2004 hingga 2009 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa kejahatan jalanan oleh kalangan remaja atau pelajar bisa terus berkelanjutan hingga kini karena terorganisasi. Sehingga memungkinkan proses regenerasi.

Selain terorganisasi, mereka ada yang melatih mulai dari penyiapan senjata tajam, pembagian tugas antara yang mengemudi sepeda motor, mengeksekusi sasaran, hingga antisipasi ketika ada patroli kepolisian. Jika dipetakan, menurut Suprapto, ada tiga unsur di dalam geng pelajar yang berpotensi melakukan kejahatan jalanan, yakni pertama, pengurus inti yang murni diduduki pelajar mulai dari ketua, wakil, hingga anggota.

Kedua, unsur alumni, dan ketiga, kelompok eksternal yang memungkinkan diisi kelompok lain seperti preman atau pemesan. "Mereka punya peraturan, mereka hanya menyerang sebaya yang berpotensi merespons pancingan mereka," ujar Suprapto yang melakukan penelitian dengan metode observasi partisipasi.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement