Jumat 16 Dec 2022 02:30 WIB

WHO: Ledakan Covid-19 China Dimulai Sebelum Pelonggaran Pembatasan

WHO menyebut meningkatnya kasus Covid-19 di China sudah berlangsung lama

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Christiyaningsih
Seorang pria yang memakai masker gas berjalan di sebuah jalan di Beijing, Selasa, 13 Desember 2022. Beberapa universitas di China mengatakan akan mengizinkan mahasiswanya menyelesaikan semester dari rumah dengan harapan dapat mengurangi potensi wabah COVID-19 yang lebih besar selama periode tersebut.
Foto: AP/Andy Wong
Seorang pria yang memakai masker gas berjalan di sebuah jalan di Beijing, Selasa, 13 Desember 2022. Beberapa universitas di China mengatakan akan mengizinkan mahasiswanya menyelesaikan semester dari rumah dengan harapan dapat mengurangi potensi wabah COVID-19 yang lebih besar selama periode tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Meningkatnya kasus Covid-19 di China sudah berlangsung lama sebelum pemerintah mulai melonggarkan pembatasan. Demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (14/12/2022).

Pejabat di China memperingatkan bahwa kasus meningkat dengan cepat di Beijing setelah pemerintah tiba-tiba meninggalkan kebijakan nol-Covid-19, membatalkan pengujian massal dan karantina setelah hampir tiga tahun berupaya membasmi virus. "Ledakan kasus di China bukan karena pencabutan pembatasan Covid. Ledakan kasus di China telah dimulai jauh sebelum pelonggaran kebijakan nol-Covid," kata Kepala Kedaruratan WHO Michael Ryan kepada wartawan dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga

“Ada narasi bahwa, dalam beberapa hal, China mencabut pembatasan dan tiba-tiba, penyakitnya tidak terkendali,” kata Ryan di markas besar badan kesehatan PBB di Jenewa.

Covid-19 menyebar secara intensif karena tindakan pengendalian tidak menghentikan penyakit itu. "Saya percaya pihak berwenang China telah memutuskan secara strategis bahwa bagi mereka, itu bukan lagi pilihan terbaik," kata Ryan yang mengacu pada langkah-langkah pengendalian.

Ryan mengatakan varian virus Omicron, yang pertama kali terdeteksi sekitar setahun yang lalu, membuat pembatasan gaya China tidak berguna seperti melawan jenis sebelumnya yang beredar ketika cakupan vaksinasi rendah. "Penularan super Omicron benar-benar menghilangkan kesempatan untuk menggunakan langkah-langkah kesehatan masyarakat dan sosial yang bertujuan untuk menahan virus secara penuh," katanya dalam konferensi pers dengan asosiasi koresponden PBB.

Ryan menjelaskan tindakan seperti itu digunakan untuk melindungi sistem kesehatan, sementara tingkat vaksinasi meningkat, tetapi sekarang kegunaannya telah berubah. "Ada data dari tempat-tempat seperti Hong Kong yang menunjukkan bahwa vaksin China yang tidak aktif, dengan penambahan dosis ketiga, bekerja dengan sangat baik. Namun memang membutuhkan dosis ketiga untuk menunjukkan efek itu," katanya.

"Peningkatan intensitas penularan terjadi jauh sebelum ada perubahan kebijakan," ujarnya.

Para pemimpin China bertekad untuk terus maju meskipun negara itu menghadapi lonjakan kasus yang dikhawatirkan para ahli tidak mampu menanganinya. Jutaan orang lanjut usia yang rentan masih belum divaksinasi sepenuhnya dan rumah sakit yang kekurangan dana kekurangan sumber daya untuk menangani masuknya pasien yang terinfeksi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement