REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah pada Rabu (11/1/2023), menggelar rapat kerja tertutup bersama Komisi IX DPR. Keduanya membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dalam rapat kerja tertutup, keduanya secara khusus membahas klaster ketenagakerjaan Perppu Cipta Kerja. Pembahasan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam penetapan peraturan pemerintah (PP) tentang pengupahan dan outsourcing.
"Mereka (Komisi IX) berharap agar nanti proses penetapan PP memperluas dialog dan diskusi, dan mereka juga ingin diajak berdiskusi bersama tentang konten yang akan diatur dalam dua PP, yaitu PP tentang Pengupahan dan PP tentang Outsourcing," ujar Ida di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Adapun poin-poin yang tak berada dalam Perppu Cipta Kerja, hak dan kewajiban buruh tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Termasuk aturan terkait cuti melahirkan.
"Jadi ketentuan di Undang-Undang 13 yang tidak diatur dalam UU Ciptaker maupun Perppu berarti tetap berlaku," ujar Ida.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja dilakukan pemerintah demi kepentingan kemajuan ekonomi Indonesia. Bahlil mengatakan, protes terhadap Perppu Cipta Kerja tetap diperbolehkan di negara demokrasi seperti Indonesia. Namun, ia memastikan pemerintah akan tetap maju dengan Perppu tersebut demi menjaga kondisi ekonomi Indonesia di tengah gejolak ketidakpastian global.
"Jadi kalau satu dua masih ngomel-ngomel terus, ya sudahlah karena ini negara demokrasi, biarkan sajalah. Kita tetap akan menuju terus karena menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan, membawa ekonomi Indonesia baik, itulah tujuan pemerintah," kata Bahlil.
Bahlil menyebut, UU Cipta Kerja sebelum dinyatakan inkonstitusional dan diganti menjadi Perppu, merupakan aksi berani Presiden Jokowi dalam melakukan reformasi regulasi. "Karena jujur saja, kita ini ahli buat Undang-Undang tapi paling tidak ahli dalam eksekusi Undang-Undang, makanya 79 UU disimplifikasi yang namanya UU Omnibus Law, UU Cipta Kerja," kata dia.