Sementara, Hizbullah menjanjikan bahwa entitas penjajahan  Israel akan berakhir jika mereka memilih perang skala besar melawan Lebanon. Hal ini disampaikan Mohammad Raad, ketua blok Loyalitas kepada Perlawanan di parlemen Lebanon pada Ahad.

Raad menambahkan bahwa tujuan “Israel” di Gaza telah gagal karena ketabahan masyarakat Jalur Gaza, kepahlawanan para pejuang Perlawanan, dan dukungan yang diberikan oleh entitas di Poros Perlawanan.

Pernyataannya muncul sehari setelah serangan di lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan mengenai warga Druze Suriah, menewaskan sedikitnya 12 warga sipil, termasuk anak-anak, dan melukai sedikitnya selusin lainnya. Israel dengan cepat menyalahkan Hizbullah dan mengklaim bahwa kelompok Lebanon menargetkan kota tersebut dengan roket Iran.

Setelah insiden Golan, Perdana Menteri pendudukan Israel Benjamin Netanyahu bersumpah bahwa “Israel tidak akan membiarkan serangan mematikan ini tidak terjawab dan Hizbullah akan menanggung akibatnya, harga yang belum pernah dibayar sebelumnya,” menurut pernyataan dari kantornya.

Hizbullah pada Sabtu membantah bahwa mereka menargetkan Majdal Shams, sebuah kota Druze di mana banyak penduduknya menolak kewarganegaraan Israel sejak pendudukan Israel di Dataran Tinggi Golan pada 1967.

Dalam sebuah pernyataan, kelompok Perlawanan Lebanon mengatakan mereka dengan tegas menyangkal tuduhan yang dilaporkan oleh media musuh tertentu dan berbagai platform media mengenai penargetan Majdal Shams. "Perlawanan Islam tidak ada hubungannya dengan insiden ini,” tegasnya.

Belakangan, Axios mengutip seorang pejabat Amerika yang mengatakan para pejabat Hizbullah mengatakan kepada PBB bahwa insiden Dataran Tinggi Golan adalah akibat dari rudal pencegat Israel yang menghantam taman bermain di Majdal Shams.