Jumat 03 Jan 2025 20:06 WIB

Pakar Nilai Putusan MK Hapus Presidential Threshold Untungkan Dua Pihak

MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas persentase minimal pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold dinilai menguntungkan dua pihak. Guru besar ilmu politik Universitas Andalas (Unand) Prof Asrinaldi mengatakan, keuntungan itu tak hanya untuk partai politik, tapi juga pemilih.

“Itu menjadi putusan yang konstitusional, dan putusan yang akan menguntungkan semua pihak ya. Tidak hanya partai politik, tetapi juga masyarakat yang akan memilih dalam hal pemilihan presiden dan wakil presiden tentunya,” kata Prof Asrinaldi saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/1/2024).

Baca Juga

Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa putusan MK tersebut perlu diapresiasi meskipun terdapat dua dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait penghapusan presidential threshold. Dua hakim yang berpendapat berbeda itu yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.

“Ini juga patut diapresiasi walaupun terlambat. Akan tetapi, ini sangat monumental, dan perlu dilaksanakan minimal pada Pemilu 2029,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Kamis (2/1/2024) MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon. Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

photo
Akhir Rezim Presidential Threshold - (Republika)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement