REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Meski merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam industri halal. Banyak produk halal yang beredar di Tanah Air justru dikuasai oleh perusahaan non Muslim dari luar negeri.
Ketua Dewan Pengurus Harian DSN MUI Siti Ma’rifah mengungkapkan, salah satu contoh nyata adalah ayam potong bersertifikasi halal yang dikonsumsi oleh jamaah haji Indonesia. “Ternyata ayam potong tersebut berasal dari Brasil,” ujarnya dalam Sustainable Islamic Economic Summit, Beyond Halal The Thayyib Economy for Sustainable Livelihood yang diikuti secara daring, Kamis (13/2/2025).
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor produk halal, padahal potensinya sangat besar untuk dikembangkan secara lokal. Selain Brasil, beberapa negara lain seperti Thailand juga telah lebih dahulu mengembangkan industri halal secara strategis.
Ma’rifah menyebut, meskipun Indonesia telah menempati peringkat ketiga dalam Global Islamic Economy tahun 2023, langkah-langkah yang lebih massif dan komprehensif masih diperlukan agar daya saing Indonesia semakin kuat. “Dari segi regulasi, kita agak tertinggal. Indonesia baru mulai mengembangkan industri halal sejak tahun 1991, sementara negara lain sudah sejak tahun 1963,” katanya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa perkembangan industri halal di Indonesia cukup pesat, dan kerja sama antara berbagai pihak sangat penting untuk memaksimalkannya. Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya konsep halalan thayyiban dalam industri halal.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/infografis/tahapan-kewajiban-sertifikasi-halal-dari_250129080359-216.jpg)