REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin mendukung rencana Pemerintah Provinsi DKI yang ingin menghapus penggolongan rumah sakit (RS) untuk klaim Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Dengan begitu, tarif klaim tidak KJS didasarkan pada golongan rumah sakit lagi, melainkan dari alat yang dipakai dan kompetensi dokter yang menangani.
"Saya kira itu tawaran yang bagus," kata Zaenal saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta, Senin (3/6).
Namun, Zaenal mengatakan ada satu komponen lagi yang harus dipertimbangkan dalam tarif klaim KJS, yaitu tingkat kesulitan penyakit. Karena terkadang ada pasien yang menderita penyakit yang sama, tapi penanganannya berbeda. Meskipun alat yang digunakan dan kompetensi dokternya sama.
Zaenal menilai mahal atau murahnya biaya untuk program KJS juga sangat dipengaruhi oleh sistem rujukan. Jika sistem rujukan sudah baik, orang tidak perlu datang ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) karena penyakit yang diderita bisa ditangani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ingin menghapus penggolongan kelas RS. Rencana ini dilakukan sebagai bentuk evaluasi program KJS.
Pasalnya, saat ini RS di Jakarta digolongkan berdasarkan kemampuan mereka memberikan pelayanan medis. Ada rumah sakit kelas A, B, C, dan D. RSCM merupakan RS dengan tipe paling tinggi karena bisa menangani pasien dengan penyakit yang membutuhkan perawatan subspesalis. Selanjutnya, di bawah RSCM ada RSUD yang memiliki dokter spesialis.
Menurut pria yang disapa Ahok ini adanya perbedaan kelas rumah sakit itu memunculkan ketidakadilan dalam klaim tarif Indonesia Case Based Group (INA-CBG's).
Sebab, tipe rumah sakit akan memengaruhi besaran tarif klaim KJS. Dia mencontohkan untuk cuci darah saja, harga antara RSCM dengan RSUD Tarakan, Jakarta Pusat jauh berbeda.