REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengharapkan Mahkamah Agung segera bekerja cepat menyikapi kasus hakim Sarpin Rizaldi, hakim yang membatalkan status tersangka Budi Gunawan melalui praperadilan beberapa waktu lalu.
"Kalau tidak segera bekerja cepat, maka fenomena 'sarpinisme' ini akan semakin banyak, memicu permohonan praperadilan oleh para tersangka," katanya di Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu (25/2).
Menurut dia, keputusan yang dibuat oleh hakim Sarpin telah berujung musibah besar dengan membanjirnya permohonan praperadilan oleh orang yang telah menjadi tersangka baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepolisian.
Bahkan, kata dia, kepolisian justru akan menjadi institusi yang paling disibukkan oleh dampak keputusan hakim Sarpin. "Bayangkan kepolisian setiap hari menersangkakan orang di berbagai daerah. Apa jadinya kalau seluruhnya (tersangka) mengajukan praperadilan," kata dia.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, Mahkamah Agung (MA) bersama Komisi Yudisial (KY) harus bekerja cepat membatasi pintu pengajuan praperadilan yang telah dibuka oleh hakim Sarpin dalam konteks kasus BG.
"Celah itu harus segera ditutup dulu, baru kemudian berpikir untuk merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur soal praperadilan," kata Zainal.
Pascakeputusan hakim Sarpin yang membatalkan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali juga menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK.
Selain itu, beberapa tersangka lain seperti Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin, tersangka suap pengelolaan migas, hingga pedagang sapi di Banyumas, Jawa Tengah, Mukti Ali, tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial juga mengajukan gugatan praperadilan.