REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Hakim Sarpin Rizaldi muncul di Polda Sumatera Barat (Sumbar) untuk melaporkan dua dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari dan Charles Simamora.
"(Gugatan) pencemaran nama baik. Karena pernyataa 'dibuang secara adat'. Dibuang secara adat, maknanya sangat menghina, keterlaluan," kata Sarpin di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumbar, Jumat (27/2).
Sarpin yang datang bersama adik kandungnya, merasa tak terima dengan pernyataan Feri dan Charles, 'dibuang secara adat'. Keduanya menyatakan hal tersebut dalam aksi Gerakan Satu Padu (Sapu) yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar. Mereka kecewa dengan hakim Sarpin yang memutuskan penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan (BG) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.
Sarpin merasa tidak terima dengan pernyataan tersebut. Salah satunya karena menjadi asumsi masyarakat luas terutama di media sosial dan seluruh Indonesia.
Menurutnya, tak masalah jika banyak alumnus Unand yang merasa keberatan dengan pernyataannya. Ia mengatakan, tak ada larangan bagi siapapun yang ingin mengkaji mengenai hasil putusannya secara akademis.
"Bagaimana harus diterjemahkan akademis, yang ngomong orang yang sangat akademis. Orang tahu mereka menghina saya," ujarnya.
Ia juga mempertanyakan tentang pernyataan 'dibuang sebagai alumni Unand'. Karena menurutnya, Ikatan Alumni Universitas Andalas (IKA) tidak pernah membuangnya sebagai alumni.
Sebelumnya, pada Rabu (25/2) adik kandung hakim Sarpin, Alfikri Mukhlis bersama-sama dengan Ninik Mamak Nagari Kepala Hilalang, Kabupaten Padang Pariaman dan Koordinator Suku Tanjung Padang Pariaman melapor ke Polda Sumbar.
Mereka melaporkan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari dan Ketua Jurusan Hukum Tata Negara Unand, Charles Simamora lantaran tidak terima dengan pernyataan keduanya yang menyatakan Sarpin 'dibuang secara adat' dan dimuat di sejumlah media. Alfikri mengatakan, pernyataan itu merupakan suatu penghinaan dan pencemaran nama baik bagi keluarga besar Hakim Sarpin.
Dibuang secara adat merupakan ungkapan Minang yang diberikan kepada orang yang sudah tidak diakui lagi oleh masyarakat tempat asalnya. Biasanya karena melanggar norma-noprma adat yang telah berlaku turun temurun di tempat tersebut.