REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kejernihan berpikir para hakim konstitusi dalam menguji peraturan perundang-undangan tidak akan berkurang dengan adanya peristiwa apapun, termasuk yang menyangkut dengan MK itu sendiri. MK juga memastikan tidak pernah menyatakan dukungan terhadap pembentukan suatu undang-undang (UU).
"Insya Allah, MK tidak akan terkurangi kejernihan berpikirnya dengan peristiwa apapun, apalagi menyangkut kebenaran dan keadilan berdasarkan UUD," ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono, kepada Republika, Kamis (8/10).
Jawaban tersebut keluar saat ditanya perihal kenetralan para hakim MK terkait Undang-Undang (UU) MK yang baru direvisi secara cepat belum lama ini. Revisi UU MK memunculkan kekhawatiran publik atas kelanjutan uji materi UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang rencananya akan diajukan sejumlah pihak.
Belum lagi, pada Januari lalu Presiden Joko Widodo pada kegiatan "Penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019" di Gedung MK, Jakarta Pusat, meminta dukungan semua pihak atas keberlangsungan UU Omnibus Law tersebut. Pada kegiatan itu hadir Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, para hakim MK, dan sejumlah pihak lain dari DPR.
Fajar mengatakan, sebagai pernyataan politik hal itu memang tidak bisa dihindarkan. Tapi, dia menuturkan, semua pihak tahu MK tidak terlibat dalam dukung-mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang MK miliki. Dia sendiri pun yakin MK tak pernah menyatakan soal dukung-mendukung suatu UU.
"Sebagai pernyataan politik ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahulah, MK tak terlibat dalam dukung mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki. Dan, saya meyakini, MK tak pernah menyampaikan pendapat atau pernyataan soal dukung mendukung UU," terang dia.
Dia kemudian mempersilakan publik untuk memantau proses penanganan perkara di MK. Publik ia ajak untuk memastikan penanganan perkara di MK berjalan sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan yang ada di negeri ini.
"Publik silakan ikut memantau proses penanganan perkara. Mari ikut memastikan penanganan perkara berjalan sesuai koridor ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Fajar.
Dia juga menyampaikan, MK siap menerima uji materi UU Ciptaker jika memang ada yang mengajukannya. MK memastikan tak akan terpengaruh hal apapun dalam menguji materi suatu peraturan perundang-undangan. "MK memastikan siap (menerima semua uji materi terkait UU Ciptaker)," ujar Fajar.
Dia menerangkan prosedur pengajuan uji materi UU Ciptaker bisa dilakukan seperti mengajukan uji materi pada umumnya. Setelah permohonan diajukan, kemudian permohonan tersebut akan diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, dan diputuskan oleh MK. Jika memang pemohon uji materi UU tersebut banyak, maka persidangannya bisa digabungkan.
"Prosedur ya dengan hukum acara untuk perkara PUU seperti biasanya. Diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, diputuskan. Kalah misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan," tutur dia.