Ahad 13 Feb 2022 16:29 WIB

Stafsus Menaker: Pencairan JHT Usia 56 Tahun karena Sudah Ada JKP

JKP dan pesangon jadi pertimbangan Menaker tunda pencairan JHT hingga usia 56 tahun

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Tenaga Kerja (Menaker)  Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai masa pensiun (usia 56 tahun), mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pun mengungkapkan bahwa kebijakan ini dibuat karena ada program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai masa pensiun (usia 56 tahun), mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pun mengungkapkan bahwa kebijakan ini dibuat karena ada program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketentuan teranyar soal dana manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan apabila peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai usia 56 tahun, menuai polemik. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pun mengungkapkan bahwa kebijakan ini dibuat karena ada program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari menjelaskan, JHT pada dasarnya bertujuan untuk menjamin masa tua para pekerja. Karena itu, dalam ketentuan terbaru, dana JHT baru bisa dicairkan ketika pekerja memasuki masa pensiun alias usia 56 tahun, mengalami cacat permanen, dan meninggal dunia. 

Baca Juga

Dita pun mengaku mengerti dengan keluhan pekerja yang tak bisa lagi mencairkan JHT-nya ketika menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini, kata dia, bisa diatasi dengan adanya program baru, yaitu JKP. 

"Dulu JKP tidak ada, maka wajar jika dulu teman-teman yang ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT," ujar Dita lewat akun Twitter-nya. Dita telah mengizinkan Republika mengutip cuitannya itu, Ahad (13/2/2022). 

Baca juga: JHT Ditahan di Usia 56 Tahun, Kemenaker Klaim demi Hari Tua Para Pekerja

Dita mengatakan, manfaat program JKP itu berupa uang tunai, pelatihan kerja gratis, dan akses lowongan kerja. Di sisi lain, korban PHK tentu akan menerima pesangon dari pihak perusahaan. 

Keberadaan JKP dan pesangon itu lah, kata Dita, yang jadi pertimbangan Kemenaker menunda pencairan JHT hingga usia 56 tahun. JHT dikembalikan kepada tujuan dasarnya untuk perlindungan pada hari tua sebagaimana tercantum dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 

"Kalau tidak ada JKP, kami tidak akan mau menggeser situasi JHT (seperti) sekarang.... Tapi karena sudah ada JKP plus pesangon, ya dibalikin untuk hari tua," ujarnya. 

Sebelumnya, 2 Februari 2022, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai masa pensiun (usia 56 tahun), mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. 

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang juga mengatur manfaat JHT, dinyatakan bahwa dana bisa dicairkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait. 

Terang saja, ketentuan terbaru JHT ini mendapat penolakan. Hingga Ahad pukul 14.00 WIB, sudah ada 281 ribu orang yang menandatangani petisi yang menuntut pembatalan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Sejumlah serikat buruh juga telah menyatakan penolakannya atas skema terbaru pencarian JHT ini. 

Lantaran muncul penolakan, Kemenaker berencana melakukan sosialisasi terkait ketentuan ini kepada para pekerja. "Dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh," ujar Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap dalam siaran persnya, Ahad.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement