REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim membahas sejumlah isu berkaitan lingkungan dengan Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat soal Iklim John Kerry. Ia mengatakan juga membagikan aspirasi Malaysia untuk mencapai nol emisi Gas Rumah Kaca (GRK) paling cepat tahun 2050.
"Kami bicara pelbagai isu berkaitan alam sekitar, tenaga baru terbarukan dan perubahan iklim yang kian meruncing dan memiliki dampak yang mengerikan di seluruh dunia," kata Anwar di akun media sosialnya diakses di Kuala Lumpur, Sabtu (20/5/2023).
Anwar menekankan bahwa Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu negara maju wajar menjadi pemimpin dalam membatasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Langkah itu, menurut dia, dapat AS lakukan dengan menyediakan bantuan keuangan, dukungan kapasitas dan teknologi yang mencukupi untuk membantu negara membangun, melaksanakan agenda dan tindakan iklim masing-masing.
"Saya turut menyampaikan harapan Malaysia untuk terus bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam peralihan tenaga baru terbarukan, pengurangan pelepasan gas metan, pembiayaan iklim dan teknologi," ujar Anwar.
Berdasarkan catatan UNDP, Malaysia menyumbang 0,8 persen emisi GRK dunia. Dalam revisi Nationally Determined Contribution (NDC) Juli 2021, Malaysia meningkatkan ambisi mitigasi dengan target tanpa syarat untuk memotong intensitas karbon terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 45 persen pada 2030 dibandingkan dengan tingkat tahun 2005.
Revisi NDC tersebut juga bertambah mencakup tujuh jenis gas rumah kaca dibandingkan NDC pertamanya yang hanya mencantumkan tiga jenis gas rumah kaca. Mereka juga menambahkan komponen adaptasi, khususnya dengan fokus melindungi keanekaragaman hayati.
Selain juga mengarusutamakan ketahanan iklim ke dalam perencanaan kawasan urban. Rencana adaptasi nasional dan peta jalan NDC akan dikembangkan untuk membantu mencapai target NDC tersebut.