REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Thailand akan menghormati putusan pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai keharusan penarikan pasukannya atau tidak dari kawasan perbatasan dengan Kamboja yang kini jadi ajang pertempuran berdarah.
"Tentu saja kami akan mematuhi keputusan pengadilan," kata Direktur Jenderal Departemen Hukum dan Urusan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Thailand, Ittiporn Boonpracong, Selasa (7/6).
"Kami tidak dipaksa untuk mematuhinya, tetapi akan kami patuhi," katanya, dengan alasan bahwa kasus tersebut tidak dalam yurisdiksi Mahkamah Internasional (ICJ).
Bulan lalu, Kamboja melakukan gugatan hukum di pengadilan yang berbasis di Den Haag itu, berusaha memaksa Thailand untuk menarik pasukannya dari tanah yang disengketakan di dekat candi kuno Preah Vihear.
Ittiporn mengharapkan adanya keputusan dalam tiga atau empat pekan mendatang atas permintaan itu, setelah terjadinya dua episode pertempuran sengit di perbatasan kedua negara awal tahun ini, yang menewaskan 28 orang. "Lihat pada 1962, walaupun kami tidak setuju dengan sejumlah putusan hukum, sebagai anggota PBB, kami mematuhi sepenuhnya," lanjut Ittiporn.
Pengadilan internasional pada 1962 memutuskan bahwa kuil berusia 900 tahun itu menjadi milik Kamboja, namun Phnom Penh dan Bangkok mengklaim diri sebagai pemilik sebidang tanah berukuran 4,6 kilometer persegi yang terletak dekat kuil.
Pada April lalu, Kamboja meminta ICJ memperjelas keputusan itu dan pada saat yang sama meminta segera dilakukannya penarikan pasukan.