REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia mengusulkan undang-undang untuk mendekriminalisasi kepemilikan dan penggunaan obat-obatan terlarang dalam jumlah kecil. Ini adalah langkah terbaru dari serangkaian reformasi peradilan pidana yang dilakukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim.
Malaysia memiliki hukuman keras untuk kejahatan narkoba. Di bawah reformasi yang disahkan bulan lalu, hukuman mati untuk perdagangan narkoba tetap dipertahankan, tetapi tidak lagi wajib. Hakim diizinkan untuk memutuskan apakah akan menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku atau tidak.
Di bawah undang-undang baru yang diusulkan, mereka yang ditemukan memiliki narkoba dalam jumlah kecil tidak akan dituntut. Tetapi dikirim ke pusat rehabilitasi narkoba untuk perawatan.
"Bagi mereka yang ditemukan memiliki narkoba dalam jumlah kecil, baik untuk kepemilikan atau penggunaan, idenya bukan untuk menganggap tindakan tersebut sebagai pelanggaran terkait narkoba biasa," kata Menteri Dalam Negeri Saifuddin Nasution kepada wartawan.
Proposal tentang undang-undang baru itu diharapkan dapat diajukan ke kabinet pada Juli. Saifuddin mengatakan, jika disetujui, rancangan undang-undang akan diajukan ke parlemen pada tahun ini.
Malaysia dianggap sebagai titik transit utama untuk narkotika ilegal. Polisi mengatakan hampir 29.000 orang ditangkap pada 2022 karena berbagai pelanggaran narkoba, yang sebagian besar adalah pecandu.