Rabu 31 Jul 2013 04:01 WIB

Eropa Berniat Damaikan Mesir

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah, Bambang Noroyono/ Red: M Irwan Ariefyanto
 Seorang pendukung Presiden Mursi menangis saat protes menolak kudeta militer di Nasr City, Kairo, Senin (29/7).
Foto: AP/Manu Brabo
Seorang pendukung Presiden Mursi menangis saat protes menolak kudeta militer di Nasr City, Kairo, Senin (29/7).

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Konflik perpecahan berdarah di Mesir menemui titik terang setelah kedatangan juru damai dari Uni Eropa (UE), Catherine Ashton. Kedua pihak yang bertikai telah bersepakat untuk menghindari kekerasan.

Perdamaian ini, kata Ashton, merupakan kesimpulan pertemuannya dengan pemimpin militer, oposisi, dan Ikhwanul Muslimin. "Dari semua pertemuan, kesimpulan yang saya ambil, tidak ada tempat bagi kekerasan dan demonstrasi yang berlangsung damai itu jauh lebih penting," katanya, Selasa (31/7).

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE ini menegaskan, kehadirannya di Negeri Piramid itu untuk mendamaikan Mesir, bukan mendikte rakyat Mesir. Ashton merupakan satu-satunya tokoh internasional yang diterima semua pihak yang berseteru.

Pada hari pertamanya di Mesir, Senin (29/7), Ashton bertemu pemimpin militer Jenderal Abdul Fatah al-Sisi, Presiden interim Mesir Adly Mansur, dan pemimpin oposisi sekaligus Wakil Presiden interim Mesir Muhammad el-Baradei.

Pada Selasa, militer membawa Ashton menggunakan helikopter meninggalkan Kairo menuju tempat penahanan Mursi. Bagi Mursi, pertemuan dengan Ashton merupakan kontak pertamanya dengan dunia internasional setelah terguling pada Rabu (3/7).

Pada awal pertemuan, Ashton menyampaikan salam dari semua orang kepada Mursi. Mursi pun membalas salam itu. Setelah berbicara dua jam dengan Mursi, Ashton mengatakan, Mursi dalam kondisi sehat. Dia menolak menyampaikan isi pembicaraan dengan tokoh Ikhwanul Muslimin itu.

Ashton ingin memastikan kepada keluarga Mursi bahwa Mursi baik-baik saja. Mursi tidak buta informasi dan tetap memiliki akses pada media massa. Namun, aktivis Partai Buruh di Inggris ini tidak mengetahui di mana dia berada. Mursi dikabarkan menjalani penahanan di sebuah fasilitas militer.

Meski begitu, kondisi di lapangan belum menunjukkan adanya perdamaian. Ikhwanul Muslimin tetap menjalankan aksi dalam skala kecil, menolak rekonsiliasi, dan menyerukan demonstrasi, Selasa ini. Pemerintah juga tampak tak ingin berdamai dengan pihak Ikhwanul Muslimin dan akan menegakkan hukum kepada kelompok yang mengganggu.

Delegasi Ikhwanul Muslimin, Ali Bishr, mengatakan, pertemuan Ashton bersama kelompok pendukung Mursi tidak menuntut harapan. Ali menegaskan, gagasan rujuk tidak akan digubris jika militer tidak memulihkan kepemimpinan Mursi. Ikhwanul Muslimin mengingatkan rekonsiliasi bisa berjalan jika semua faksi setuju menempatkan Konstitusi 2012 sebagai dasar hukum yang sah.

Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius meminta Mursi dibebaskan. Amerika Serikat (AS) mengutuk keras tragedi pembantaian demonstran pendukung Mursi pada Jumat (26/7) dan Sabtu (27/7) yang menewaskan 72 orang. Paman Sam mengkritik pemerintahan sementara dan militer lantaran abai terhadap unsur-unsur demokrasi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement