REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi DPR RI Bukhori Yusuf menyatakan, bahwa Sekretariat Negara (Setneg) tak memiliki wewenang sedikitpun untuk mengubah isi UU Cipta Kerja (Ciptaker). Pernyataan ini disampaikan Bukhori terkait adanya kesalahan pasal dalam UU Ciptaker yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Ini kan yang ditandatangani presiden naskah 1.187 (halaman) yang telah dilakukan perubahan oleh Setneg. Nah semestinya Setneg itu bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah meski hanya titik koma sekalipun, tapi kan faktanya tidak demikian," ujar Bukhori saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (3/11).
Bukhori berbicara soal Bab III Pasal 6 dalam UU Cipta Kerja yang merujuk ke pasal 5 huruf a. Padahal dalam Pasal 5, tidak ada poin huruf maupun angka. Menurut Bukhori, berdasarkan naskah-naskah yang disandingkan mulai dari 812 halaman, 905 halaman, hingga 1.187 halaman, terdapat sejumlah kejanggalan.
Bukhori menyatakan, fraksinya, yakni Fraksi PKS akan membeberkan temuan fakta terkait kejanggalan UU Cipta Kerja. Menurut dia, hal ini adalah suatu bentuk pembelajaran bagi publik agar mengerti bagaimana buruknya proses pembuatan UU Cipta Kerja.
"Kita akan berikan suatu fakta yang kita temukan sebagai pemblajaran politik kepada publik agar publik tahu bahwa sesungguhnya proses pembuatan itu demikian tapi faktanya terhadap uu yang sudah disahkan demikian," ujar Bukhori.
Berdasarkan dokumen salinan UU Nomor 11 tahun 2020 yang diunduh dari laman jdih.setneg.go.id Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum, Pasal 6 berbunyi:
"Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi....."
Bunyi pasal 6 tersebut merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a. Padahal, dalam dokumen UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu, dalam Pasal 5, tidak terdapat huruf a maupun ayat 1. Pasal 5 UU 11/2020 hanya berbunyi:
"Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait." demikian bunyi pasal tersebut tanpa adanya angka dan huruf di bawahnya.
Dalam draf akhir dari Setneg yang berjumlah 1.187 halaman, kejanggalan yang sama persis ternyata sudah ada. Namun, setelah ditandatangani presiden pun kesalahan itu tetap bertahan.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut, sejumlah kesalahan yang ditemukan di dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja merupakan masalah teknis administratif. Sehingga, kesalahan teknis tersebut tak akan berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja.
“Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” ujar Pratikno kepada wartawan, Selasa (3/11).
Ia menjelaskan, sebelumnya, Kementerian Sekretariat Negara juga telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR. Namun, kekeliruan tersebut telah disampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya.