Sabtu 24 Jul 2021 14:13 WIB

Pegawai Segera Beri Dewas KPK Bukti Tambahan

Pimpinan KPK dilaporkan ke Dewas menyusul dugaan pelanggaran etik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam tim 75 segera menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas). Pimpinan KPK dilaporkan ke Dewas menyusul dugaan pelanggaran etik terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). (Foto: Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam tim 75 segera menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas). Pimpinan KPK dilaporkan ke Dewas menyusul dugaan pelanggaran etik terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). (Foto: Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam tim 75 segera menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas). Pimpinan KPK dilaporkan ke Dewas menyusul dugaan pelanggaran etik terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Dalam tahap selanjutnya kami akan beri Dewas dengan bukti-bukti baru, apalagi adanya temuan Ombudsman dalam rangka proses TWK," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif KPK Hotman Tambunan di Jakarta, Sabtu (24/7).

Baca Juga

Hal tersebut dilakukan menyusul hasil pemeriksaan Dewas yang mengaku tak bisa melanjutkan pemeriksaan ke sidang etik lantaran tidak cukup bukti. Hotman mengatakan, tim 75 menghormati putusan Dewas tersebut meskipun dirasa masih belum selesai.

Dia menegaskan, langkah lanjutan itu dilakukan menyusul hasil pemeriksaan Dewas bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan banyak maladministrasi dalam pelaksanaan TWK. Dia mengatakan, temuan Ombudsman menyebutkan adanya pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK.

"Kami bukan sedang memposisikan diri berlawanan dengan KPK secara kelembagaan tetapi kami mencari hak dan ingin melawan praktik kesewenang-wenangan," katanya.

Menurutnya, hasil pemeriksaan Dewas cenderung memihak pimpinan KPK mengingat bukti-bukti pelanggaran etik sudah terpampang jelas. Dia mengatakan, keberpihakan juga sudah terlihat sejak keikutsertaan Dewas dalam konferensi pers pengumuman hasil TWK hingga ikut dalam penyusunan SK 652 tentang penonaktifan pegawai.

"Maka tentu Dewas tidak akan melanjutkan ke sidang etik karena mereka terlibat dalam proses TWK ini. Kondisi ini membuat KPK terpuruk dan membuat kepercayaan publik turun terhadap KPK, jadi kami berpikir KPK-nya," kata Hotman lagi.

Sebelumnya, Dewas menilai pimpinan KPK tidak melanggar etik terkait pelaksanaan TWK. Dewas mengaku telah mendalami setidaknya 42 bukti rekaman dan dokumen dalam pemeriksaan tersebut. 

Dewas juga telah memeriksa terlapor, pelapor, perwakilan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan RB dan Kemenkumham. "Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Sedangkan, temuan Ombudsman mendapat sejumlah kecacatan administrasi dalam pelaksanaan TWK. Hasil pemeriksaan terkait asesmen TWK berfokus pada tiga isu utama yakni berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asesmen TWK.

Dewas mengatakan bahwa hasil pemeriksaan mereka tidak berkaitan dengan maladministrasi yang ditemukan Ombudsman. Namun, Dewas hanya bekerja untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menegakkan kode etik, dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK.

"Kami tidak mencampuri putusan tersebut dan kami tidak tahu apakah pimpinan akan menindaklanjuti kami juga tidak tahu, itu terserah pimpinan dan kami belum pernah baca putusannya," kata Tumpak. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement