REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Majelis Umum PBB Abdulla Shahid menyerukan Rusia dan Ukraina menerapkan gencatan senjata. Dia meminta kedua negara segera menyelesaikan perselisihan lewat dialog.
"Saya menyerukan gencatan senjata segera, deeskalasi ketegangan serta kembali tegas ke diplomasi dan dialog," kata Shahid dalam sebuah pernyataan, Kamis (24/2/2022).
Dia pun mengingatkan kembali tentang prinsip Piagam PBB, terutama kesetaraan kedaulatan. "Saya memperbarui seruan saya kepada semua negara anggota untuk menegakkan kewajiban mereka di bawah hukum internasional dan hukum humaniter internasional," ujarnya.
Mengingat adanya serangan berskala besar oleh Rusia ke Ukraina, Shahid mengingatkan pentingnya penyaluran bantuan untuk masyarakat terdampak. “Akses yang aman dan tanpa hambatan untuk bantuan kemausiaan ke Ukraina serta rakyatnya adalah prioritas dan kebutuhan saat ini,” ucapnya.
Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada Kamis lalu. Serangan dilakukan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donestk, dua wilayah di Ukraina timur yang dikuasai milisi pro-Rusia. Menurut laporan awal, setidaknya 137 tentara Ukraina dan warga sipil tewas akibat serangan Moskow. Lebih dari 70 infrastruktur militer Ukraina juga hancur.
Serangan ke Ukraina merupakan buntut dari “diabaikannya” tuntutan jaminan keamanan Rusia kepada Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Moskow meminta NATO agar tak membuka pintu bagi keanggotaan Ukraina di aliansi tersebut. Menurut Putin, jika Kiev bergabung dengan NATO, ada kemungkinan mereka akan berusaha merebut kembali Krimea.
Rusia diketahui menganeksasi Krimea pada 2014. Putin khawatir, jika Ukraina mengambil langkah seperti itu, Rusia harus berhadapan langsung dengan NATO. Dengan demikian, perang tak terhindarkan.
Putin mengakui, secara postur militer, Rusia kalah jika dibandingkan NATO. Namun dia pun mengingatkan bahwa Rusia adalah salah satu kekuatan nuklir dunia. Dalam pandangan Putin, tidak akan ada pemenang jika Rusia berperang dengan NATO.