REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dituding Presiden Hosni Mubarak sebagai penggerak demo massa di Mesir tidak memiliki agenda untuk mengajukan calon dalam pemilihan presiden September mendatang. Hal ini ditegaskan, juru bicara organisasi itu, Mohammed al-Beltagi, kepada saluran TV Al Jazeera pada hari Jumat.
"Kami telah mengatakan dengan jelas bahwa kita tidak memiliki ambisi untuk mencalonkan diri sebagai presiden, atau posting dalam pemerintahan koalisi," katanya.
Ikhwanul Muslimin telah berada di bawah sorotan di tengah protes massa anti-pemerintah di Mesir, yang meletus sejak tanggal 25 Januari. Kerusuhan telah merenggut nyawa hingga 300 orang, dengan 4.000 lainnya dilaporkan terluka. Sejumlah pengamat telah menyuarakan keprihatinan bahwa gerakan Islam yang dilarang itu pada akhirnya akan mengambil alih kekuasaan di Mesir.
Al-Beltagi mengaku pemerintah telah mengundang perwakilan Ikhwanul Muslim untuk melakukan perundingan tentang reformasi politik. Ia mengisyaratkan bahwa kelompok tersebut akan menerima pengakuan resmi sebagai sebuah partai. Sebelumnya, rezim Membuat undang-undang yang membuat organisasi itu mustahil untuk berubah menjadi sebuah partai politik.
"Kami siap untuk bernegosiasi, tapi setelah Mubarak mundur," kata al-Beltagi.
Media Barat terus mem-blow up isu organisasi ini sebagai "gerakan yang sangat konservatif, yang ingin membawa Mesir dari sekularisme dan kembali ke aturan Quran".