Selasa 16 Jul 2024 06:10 WIB

Pengacara Ungkap Pegi tak Pernah Dikonfrontasi dengan Iptu Rudiana, Aep, dan Sudirman

Toni menilai, penyidik terlalu memaksakan penetapan Pegi sebagai tersangka.

Rep: Lilis Sri Handayani, Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Pegi Setiawan menerima hadiah motor dari pengusaha asal Tasikmalaya yang dikenal dengan sebutan Ratu Durian.
Foto:

Praktisi hukum pidana Boris Tampubolon mengatakan, meskipun putusan praperadilan PN Bandung sudah menggugurkan status tersangka terhadap Pegi, Polda Jabar dapat kembali menebalkan status hukum yang sama terhadap buruh bangunan 27 tahun itu. Namun, kata Boris, penetapan tersangka baru terhadap Pegi, diharuskan menggunakan bukti-bukti baru.

“Secara prinsip hukum, jangankan Pegi, siapa pun masih dapat ditersangkakan selama ada bukti keterkaitannya dalam kasus pembunuhan Vina ini,” kata Boris dalam keterangan pers yang diterima, di Jakarta, Senin (15/7/2024).

Akan tetapi, Boris mengingkatkan kepolisian perihal Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan MA itu menebalkan, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan terkait dengan tidak sahnya penetapan tersangka, tak menggugurkan kewenangan penyidik dalam penetapan tersangka ulang terhadap pemohon. Akan tetapi, dalam penetapan tersangka ulang yang dilakukan penyidik tersebut, harus berdasarkan bukti-bukti baru yang berbeda dari dasar penetapan tersangka sebelumnya dalam perkara yang sama.

“Jadi kalau Pegi mau ditersangkakan lagi, maka penyidik harus menggunakan bukti-bukti yang sah dan baru, yang berbeda dengan alat-alat bukti yang sudah ada sebelumnya. Artinya, alat buktinya tidak boleh sama dari yang sebelumnya,” kata Boris.

Boris menegaskan, bukti-bukti baru tersebut, harus berdasarkan temuan penyidik yang bersumber dari validitas terkait perkara. Dan juga diperoleh dari prosedur yang sesuai. Artinya, kata Boris bukan alat-alat bukti hasil dari rekayasa.

“Karena bila bukti-bukti baru itu diperoleh secara tidak sah, maka bukti-bukti tersebut tetap tidak bisa digunakan sebagai alat bukti, dan tidak memiliki nilai pembuktian,” ujar Boris.

Menurut Boris, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky ini, sejumlah bukti baru sebetulnya masih dapat diperoleh. Selain itu, dikatakan Boris, dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia, memberikan celah putusan yang berdasarkan atas keyakinan hakim.

Alat bukti yang bisa meyakinkan para hakim, bukan cuma berdasarkan pengakuan saksi-saksi yang selama ini menjadi basis penyidikan Polda Jabar. Akan tetapi, penyidik kepolisian harus mengacu pada alat-alat bukti yang hingga kini belum ditampilkan. Yaitu, berupa alat-alat bukti yang berasal dari scientific crime investigation.

“Misalnya, berupa CCTV, video, chat, atau juga hasil tes DNA,” kata Boris.

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement